Air Yang Layak dan Tidak Layak untuk Bersuci
Thaharah memerlukan sesuatu yang digunakan sebagai sarananya, yang dengannya najis
dihilangkan dan hadats dilenyapkan, yaitu air. Air yang bisa digunakan untuk
bersuci disebut dengan al-Ma' ath-Thahur, yaitu air yang suci pada
dirinya (ath-Thahir fi Dzatihi) dan menyucikan untuk
selainnya (al-Muthahhir li Ghairihi). Air ini adalah air yang masih sesuai
dengan sifatnya, baik ia turun dari langit seperti
hujan, lelehan salju dan embun, atau air yang mengalir di bumi, seperti air
sungai, mata air, sumur, dan laut.
Hal ini berdasarkan Firman Allah ﷻ
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً
لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ
"Dan Allah menurunkan bagi kalian hujan dari langit untuk menyucikan
kalian dengannya." (Al-Anfal: 11).
Dan Firman Allah ﷻ
وَاَنْزَلْنَا مِنَ
السَّمَاۤءِ مَاۤءً طَهُوْرًاۙ
"Dan Kami turunkan dari langit air yang suci." (Al-Furqan: 48).
Dan juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي
مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ
"Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air,
salju, dan embun." (HR Bukhari, no. 744)
Dan berdasarkan sabda Nabi ﷺ tentang air laut,
هُوَ الطَّهُوْرُ
مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
"Laut itu suci (dan menyucikan) airnya, dan bangkainya halal” (HR. Abu Dawud, no. 83)
Thaharah tidak terwujud dengan benda cair selain air, seperti cuka, bensin, jus, air
jeruk, dan sebagainya, berdasarkan Firman Allah ﷻ
فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً
فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَ
"...lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu
yang baik (suci)" (Al-Ma’idah: 6).
Seandainya thaharah terwujud dengan cairan selain air (saat tidak ada air),
niscaya Allah ﷻ memindahkan kita kepadanya dan tidak memindahkannya kepada
(pemakaian) tanah.
Air yang tercampur
dengan najis
Air bila tercampur dengan najis yang mengubah salah satu dari tiga sifat;
bau, rasa, atau warna, maka air tersebut najis dan tidak boleh digunakan. Adapun bila air itu tercampur najis dan salah satu
sifatnya tidak berubah, maka: bila airnya banyak, maka ia tetap suci dan bisa
digunakan untuk bersuci; dan bila airnya sedikit, maka ia najis dan tidak bisa
digunakan untuk bersuci.
Batasan air yang banyak adalah dua qullah ke atas, sedangkan yang sedikit adalah yang kurang dari itu. Kata
qullah (قلة) bermakna
gentong, bentuk jamaknya adalah (قلل) dan (قلال). Ukurannya setara dengan 93,075 sha’ atau
sama dengan 160,5 liter air. Dua qullah sama dengan kurang lebih lima qirab
(wadah kulit untuk perbekalan musafir).
Dalilnya adalah hadits Abu Sa'id al-Khudri (رضي الله عنه) dia
berkata, Rasulullah ﷺ bersabda.
إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
"Sesungguhnya
air itu suci dan menyucikan, tidak ada sesuatu pun
yang dapat menajiskannya." (HR.
Abu Dawud, no.
61)
Dan hadits
Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda.
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
"Bila
air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis" (HR. Ahmad, 2/27; Abu Dawud, Kitab ath-Thaharah, Bab ma
Yunajjisu al-Ma no. 63)
Air yang tercampur
dengan (benda) yang suci
Air yang tercampur dengan benda yang suci seperti daun-daun pohon, atau
sabun, atau bidara, atau benda-benda suci lainnya dan air tersebut tidak
didominasi oleh benda yang mencampurinya, maka pendapat yang shahih adalah
bahwa ia suci dan menyucikan, bisa digunakan untuk menghilangkan hadats dan
melenyapkan najis, karena Allah ﷻ berfirman.
وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ
مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً
فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْۗ
"Dan jika kalian sakit atau sedang dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air atau kalian telah menyentuh perempuan, kemudian kalian tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kalian dengan debu yang baik (suci); sapulah
muka dan tangan kalian." (An-Nisa': 43).
Kata (الماء)
dalam ayat tersebut adalah nakirah (non definitif) dalam konteks kalimat
negatif, maka ia mencakup semua air, tidak ada beda antara air yang mumi dengan
yang tercampur. Dan berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada para wanita yang memandikan jenazah putri beliau,
اِغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ اِنْ رَأَيْتُنَّ
ذَلِكَ بِمَاء وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِي الْاَخِرَةِ كَافُوْرًا أَوْ شَيْئاً مِنْ
كَافُوْرٍ
"Mandikanlah
dia tiga atau lima kali atau lebih dari itu bila menurut kalian [memang harus
demikian] dengan air dan daun bidara, dan gunakan pada basuhan akhir kapur
barus atau sebagian dari kapur barus." (HR. Bukhari,
no. 1253; dan Muslim, no. 939)
Posting Komentar
0 Komentar