Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Lainnya

AIR BILA BERCAMPUR DENGAN BENDA NAJIS

 

Air bila tercampur dengan najis, lalu najis tersebut mengubah salah satu dari tiga sifatnya; baunya, rasanya atau warnanya, maka air tersebut najis berdasarkan ijma', tidak boleh menggunakannya, ia tidak dapat menghilangkan hadats dan tidak pula membersihkan najis, sama saja, air itu sedikit atau banyak.

 

Adapun bila air itu tercampur najis dan salah satu sifatnya tidak berubah, maka bila airnya banyak, maka ia tetap suci dan bisa digunakan untuk bersuci, tetapi bila airnya sedikit, maka ia najis dan tidak bisa digunakan untuk bersuci. Batasan air yang banyak adalah dua qullah ke atas, sedangkan yang sedikit adalah yang kurang dari itu.

 

Kata qullah (قلة) bermakna gentong, bentuk jamaknya adalah (قلل) dan (قلال). Ukurannya setara dengan 93,075 sha’ atau sama dengan 160,5 liter air. Dua qullah sama dengan kurang lebih lima qirab (wadah kulit untuk perbekalan musafir).

 

Dalilnya adalah hadits Abu Sa'id al-Khudri  ra.  dia berkata, Rasulullah bersabda.

إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْء

"Sesungguhnya air itu suci dan menyucikan , tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya." (HR Ahmad).

Dan hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda.

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ

"Bila air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis" (HR Ahmad)

 

AIR YANG BERCAMPUR DENGAN (BENDA) YANG SUCI

 

Air yang tercampur dengan benda yang suci seperti daun-daun pohon, atau sabun, atau al-usynan (tumbuhan Hyssop; rasanya asam, digunakan untuk mencuci tangan), atau bidara, atau benda-benda suci lainnya dan air tersebut tidak didominasi oleh benda yang mencampurinya, maka pendapat yang shahih adalah bahwa ia suci dan menyucikan, bisa digunakan untuk menghilangkan hadats dan melenyapkan najis, karena Allah berfirman.

وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْۗ

"Dan jika kalian sakit atau sedang dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau kalian telah menyentuh perempuan, kemudian kalian tidak mendapat air, maka bertayamumlah kalian dengan debu yang baik (suci); sapulah muka dan tangan kalian." (An-Nisa': 43).

 

Kata (الماء) dalam ayat tersebut adalah nakirah (non definitif) dalam konteks kalimat negatif, maka ia mencakup semua air, tidak ada beda antara air yang mumi dengan yang tercampur.

 

Dan berdasarkan sabda Nabi kepada para wanita yang memandikan jenazah putri beliau,

اِغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ اِنْ رَأَيْتُنَّ[ذَلِكَ] بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِي الْاَخِرَةِ كَافُوْرًا أَوْ شَيْئاً مِنْ كَافُوْرٍ

"Mandikanlah dia tiga atau lima kali atau lebih dari itu bila menurut kalian [memang harus demikian] dengan air dan daun bidara, dan gunakan pada basuhan akhir kapur barus atau sebagian dari kapur barus." (HR Bukhari Muslim)

 

-------------------------------------------------

* Referensi : Kitab Fikih Muyassar


Posting Komentar

0 Komentar