Matan Taqrib (5) : Hukum Bejana dari Emas dan Perak

Pada Pertemuan kelima Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib menjelaskan tentang tidak diperbolehkannya menggunakan emas dan perak sebagai bejana yang digunakan untuk berwudhu.

 

***

Matan al-Ghayah wa at-Taqrîb disusun oleh Syekh Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfihâni atau dikenal dengan al-Qâdhi Abu Syuja’ (433-593 H). Dalam sebagian naskah, kitab ini dinamakan dengan “Matan Taqrîb”, dan sebagian naskah lainnya dinamakan “Ghâyatul Ikhtishâr”. Sesuai dengan namanya, kitab ini disusun dengan sangat ringkas, bahasanya tidak terlalu sulit, tidak memuat banyak perbedaan pendapat.

***

 

LARANGAN MENGGUNAKAN EMAS DAN PERAK SEBAGAI BEJANA

ولا يجوز استعمال أواني الذهب والفضة ويجوز استعمال غيرهما من الأواني

Tidak boleh menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak. Boleh menggunakan wadah yang selain dari emas dan perak.

 

CATATAN:

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Hudzaifah Ibnul Yaman’i r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda,

لاَ تَلْبَسُوا الحَرِيرَ وَلاَ الدِّيبَاجَ، وَلاَ تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ، وَلاَ تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَنَا فِي الآخِرَةِ

Janganlah kalian memakai sutra, janganlah kalian minum dari bejana emas dan perak, dan jangan pula makan dengan memakai piringnya. Sesungguhnya semua itu adalah untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat.

 

Penggunaan untuk selain makan dan minum diqiyaskan dengan keduanya. Diharamkannya menggunakan bejana emas dan perak itu mencakup untuk laki-laki dan wanita.

 

Adapun bejana selain dari emas dan perak maksudnya adalah bejana yang suci. Sebab, hukum asalnya adalah mubah sampai ada dalil yang mengharamkannya.

 

Posting Komentar

0 Komentar